Welcome
Miss u
Saturday 7 April 2012
Wednesday 1 February 2012
Evaluasi Pembelajaran s.3
Konsep Penilaian
Penilaian
(assessment) adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat
penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta
didik atau ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) peserta didik. Penilaian
menjawab pertanyaan tentang sebaik apa hasil atau prestasi
belajar seorang peserta didik.Hasil penilaian dapat berupa nilai kualitatif
(pernyataan naratif dalam kata-kata) dan nilai kuantitatif (berupa angka). Pengukuran berhubungan dengan proses
pencarian atau penentuan nilai kuantitatif tersebut.
Penilaian hasil belajar pada dasarnya adalah
mempermasalahkan, bagaimana pengajar (guru) dapat mengetahui hasil pembelajaran
yang telah dilakukan. Pengajar
harus mengetahui sejauh mana pebelajar (learner) telah mengerti bahan
yang telah diajarkan atau sejauh mana tujuan/kompetensi dari kegiatan
pembelajaran yang dikelola dapat dicapai. Tingkat pencapaian kompetensi atau
tujuan instruksional dari kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan itu
dapat dinyatakan dengan nilai.
penilaian merupakan suatu proses membuat
keputusan yang sistematik melibatkan pengenalpastian, pemerolehan dan
pentafsiran maklumat yang berguna bagi pertimbangan pilihan-pilihan keputusan
berasaskan kepada sesuatu objektif pendidikan. Dari segi pengajaran dan
pembelajaran di universiti, penilaian boleh didefinisikan secara ringkas
sebagai satu proses sistematik untuk menentukan sejauh mana objektif pengajaran
dan pembelajaran di dewan kuliah dan makmal dicapai.
·
Evaluasi
pembelajaran adalah suatu proses atau kegiatan untuk menentukan nilai,
kriteria-judgment atau tindakan dalam pembelajaran.
·
Penilaian dalam pembelajaran adalah suatu usaha
untuk mendapatkan berbagai informasi secara berkala, berkesinambungan, dan
menyeluruh tentang proses dan hasil dari pertumbuhan dan perkembangan yang
telah dicapai oleh anak didik melalui program kegiatan belajar.
·
Pengukuran atau measurement merupakan suatu
proses atau kegiatan untuk menentukan kuantitas sesuatu yang bersifat numerik. Pengukuran lebih bersifat kuantitatif,
bahkan merupakan instrumen untuk melakukan penilaian. Dalam dunia pendidikan,
yang dimaksud pengukuran sebagaimana disampaikan Cangelosi (1995: 21) adalah
proses pengumpulan data melalui pengamatan empiris.
RANAH PENILAIAN KOGNITIF,
AFEKTIF, DAN PSIKOMOTORIK
Penilaian adalah
upaya atau tindakan untuk mengetahui sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan
itu tercapai atau tidak. Dengan kata lain, penilaian berfungsi sebagai
alat untuk mengtahui keberhasilan proses dan hasil belajar siswa. Dalam sistem
pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun
tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom
yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif,
ranah afektif, dan ranah psikomotorik.
Salah satu prinsip dasar yang harus senantiasa diperhatikan dan dipegangi dalam rangka evaluasi hasil belajar adalah prinsip kebulatan, dengan prinsip evaluator dalam melaksanakan evaluasi hasil belajar dituntut untuk mengevaluasi secara menyeluruh terhadap peserta didik, baik dari segi pemahamannya terhadap materi atau bahan pelajaran yang telah diberikan (aspek kognitif), maupun dari segi penghayatan (aspek afektif), dan pengamalannya (aspek psikomotor).
Ketiga aspek atau ranah kejiwaan itu erat sekali dan bahkan tidak mungkin dapat dilepaskan dari kegiatan atau proses evaluasi hasil belajar. Benjamin S. Bloom dan kawan-kawannya itu berpendapat bahwa pengelompokkan tujuan pendidikan itu harus senantiasa mengacu kepada tiga jenis domain (daerah binaan atau ranah) yang melekat pada diri peserta didik, yaitu:
a) Ranah proses berfikir (cognitive domain)
b) Ranah nilai atau sikap (affective domain)
c) Ranah keterampilan (psychomotor domain)
Dalam konteks evaluasi hasil belajar, maka ketiga domain atau ranah itulah yang harus dijadikan sasaran dalam setiap kegiatan evaluasi hasil belajar. Ketiga ranah tersebut menjadi obyek penilaian hasil belajar. Diantara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru disekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran.
Salah satu prinsip dasar yang harus senantiasa diperhatikan dan dipegangi dalam rangka evaluasi hasil belajar adalah prinsip kebulatan, dengan prinsip evaluator dalam melaksanakan evaluasi hasil belajar dituntut untuk mengevaluasi secara menyeluruh terhadap peserta didik, baik dari segi pemahamannya terhadap materi atau bahan pelajaran yang telah diberikan (aspek kognitif), maupun dari segi penghayatan (aspek afektif), dan pengamalannya (aspek psikomotor).
Ketiga aspek atau ranah kejiwaan itu erat sekali dan bahkan tidak mungkin dapat dilepaskan dari kegiatan atau proses evaluasi hasil belajar. Benjamin S. Bloom dan kawan-kawannya itu berpendapat bahwa pengelompokkan tujuan pendidikan itu harus senantiasa mengacu kepada tiga jenis domain (daerah binaan atau ranah) yang melekat pada diri peserta didik, yaitu:
a) Ranah proses berfikir (cognitive domain)
b) Ranah nilai atau sikap (affective domain)
c) Ranah keterampilan (psychomotor domain)
Dalam konteks evaluasi hasil belajar, maka ketiga domain atau ranah itulah yang harus dijadikan sasaran dalam setiap kegiatan evaluasi hasil belajar. Ketiga ranah tersebut menjadi obyek penilaian hasil belajar. Diantara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru disekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran.
1. Pengertian Ranah Penilaian Kognitif
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk didalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi Dalam ranah kognitif itu terdapat enam aspek atau jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi. Keenam jenjang atau aspek yang dimaksud adalah:
• Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge)
Adalah kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali (recall) atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, rumus-rumus, dan sebagainya, tanpa mengharapkan kemampuan untuk menggunkannya. Pengetahuan atau ingatan adalah merupakan proses berfikir yang paling rendah.
• Pemahaman (comprehension)
Adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Seseorang peserta didik dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berfikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan atau hafalan.
• Penerapan (application)
Adalah kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan sebagainya, dalam situasi yang baru dan kongkret. Penerapan ini adalah merupakan proses berfikir setingkat lebih tinggi ketimbang pemahaman.
• Analisis (analysis)
Adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan di antara bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor lainnya. Jenjang analisis adalah setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang aplikasi.
• Sintesis (syntesis)
Adalah kemampuan berfikir yang merupakan kebalikan dari proses berfikir analisis. Sisntesis merupakan suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis, sehingga menjelma menjadi suatu pola yang yang berstruktur atau bebrbentuk pola baru. Jenjang sintesis kedudukannya setingkat lebih tinggi daripada jenjang analisis. Salah satu jasil belajar kognitif dari jenjang sintesis ini adalah: peserta didik dapat menulis karangan tentang pentingnya kedisiplinan sebagiamana telah diajarkan oleh islam.
• Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation)
Adalah merupakan jenjang berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif dalam taksonomi Bloom. Penilian/evaluasi disini merupakan kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu kondisi, nilai atau ide, misalkan jika seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan maka ia akan mampu memilih satu pilihan yang terbaik sesuai dengan patokan-patokan atau kriteria yang ada.
1.2. Ciri-ciri Ranah Penilaian Kognitif
Aspek kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir termasuk di dalamnya kemampuan memahami, menghafal, mengaplikasi, menganalisis, mensistesis dan kemampuan mengevaluasi. Menurut Taksonomi Bloom (Sax 1980), kemampuan kognitif adalah kemampuan berfikir secara hirarki yang terdiri dari pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.
Pada tingkat pengetahuan, peserta didik menjawab pertanyaan berdasarkan hafalan saja. Pada tingkat pemahaman peserta didik dituntut juntuk menyatakan masalah dengan kata-katanya sendiri, memberi contoh suatu konsep atau prinsip. Pada tingkat aplikasi, peserta didik dituntut untuk menerapkan prinsip dan konsep dalam situasi yang baru. Pada tingkat analisis, peserta didik diminta untuk untuk menguraikan informasi ke dalam beberapa bagian, menemukan asumsi, membedakan fakta dan pendapat serta menemukan hubungan sebab—akibat. Pada tingkat sintesis, peserta didik dituntut untuk menghasilkan suatu cerita, komposisi, hipotesis atau teorinya sendiri dan mensintesiskan pengetahuannya. Pada tingkat evaluasi, peserta didik mengevaluasi informasi seperti bukti, sejarah, editorial, teori-teori yang termasuk di dalamnya judgement terhadap hasil analisis untuk membuat kebijakan.
Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungkan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut.
Dengan demikian
aspek kognitif adalah sub-taksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan mental
yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang paling
tinggi yaitu evaluasi. Aspek kognitif terdiri atas enam tingkatan dengan aspek
belajar yang berbeda-beda. Keenam tingkat tersebut yaitu:
1. Tingkat pengetahuan (knowledge), pada tahap ini menuntut siswa untuk mampu mengingat (recall) berbagai informasi yang telah diterima sebelumnya, misalnya fakta, rumus, terminologi strategi problem solving dan lain sebagianya.
2. Tingkat pemahaman (comprehension), pada tahap ini kategori pemahaman dihubungkan dengan kemampuan untuk menjelaskan pengetahuan, informasi yang telah diketahui dengan kata-kata sendiri. Pada tahap ini peserta didik diharapkan menerjemahkan atau menyebutkan kembali yang telah didengar dengan kata-kata sendiri.
3. Tingkat penerapan (application), penerapan merupakan kemampuan untuk menggunakan atau menerapkan informasi yang telah dipelajari kedalam situasi yang baru, serta memecahlcan berbagai masalah yang timbuldalam kehidupan sehari-hari.
4. Tingkat analisis (analysis), analisis merupakan kemampuan mengidentifikasi, memisahkan dan membedakan komponen-komponen atau elemen suatu fakta, konsep, pendapat, asumsi, hipotesa atau kesimpulan, dan memeriksa setiap komponen tersebut untuk melihat ada atau tidaknya kontradiksi. Dalam tingkat ini peserta didik diharapkan menunjukkan hubungan di antara berbagai gagasan dengan cara membandingkan gagasan tersebut dengan standar, prinsip atau prosedur yang telah dipelajari.
5. Tingkat sintesis (synthesis), sintesis merupakan kemampuan seseorang dalam mengaitkan dan menyatukan berbagai elemen dan unsur pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola baru yang lebih menyeluruh.
6. Tingkat evaluasi (evaluation), evaluasi merupakan level tertinggi yang mengharapkan peserta didik mampu membuat penilaian dan keputusan tentang nilai suatu gagasan, metode, produk atau benda dengan menggunakan kriteria tertentu.
1. Tingkat pengetahuan (knowledge), pada tahap ini menuntut siswa untuk mampu mengingat (recall) berbagai informasi yang telah diterima sebelumnya, misalnya fakta, rumus, terminologi strategi problem solving dan lain sebagianya.
2. Tingkat pemahaman (comprehension), pada tahap ini kategori pemahaman dihubungkan dengan kemampuan untuk menjelaskan pengetahuan, informasi yang telah diketahui dengan kata-kata sendiri. Pada tahap ini peserta didik diharapkan menerjemahkan atau menyebutkan kembali yang telah didengar dengan kata-kata sendiri.
3. Tingkat penerapan (application), penerapan merupakan kemampuan untuk menggunakan atau menerapkan informasi yang telah dipelajari kedalam situasi yang baru, serta memecahlcan berbagai masalah yang timbuldalam kehidupan sehari-hari.
4. Tingkat analisis (analysis), analisis merupakan kemampuan mengidentifikasi, memisahkan dan membedakan komponen-komponen atau elemen suatu fakta, konsep, pendapat, asumsi, hipotesa atau kesimpulan, dan memeriksa setiap komponen tersebut untuk melihat ada atau tidaknya kontradiksi. Dalam tingkat ini peserta didik diharapkan menunjukkan hubungan di antara berbagai gagasan dengan cara membandingkan gagasan tersebut dengan standar, prinsip atau prosedur yang telah dipelajari.
5. Tingkat sintesis (synthesis), sintesis merupakan kemampuan seseorang dalam mengaitkan dan menyatukan berbagai elemen dan unsur pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola baru yang lebih menyeluruh.
6. Tingkat evaluasi (evaluation), evaluasi merupakan level tertinggi yang mengharapkan peserta didik mampu membuat penilaian dan keputusan tentang nilai suatu gagasan, metode, produk atau benda dengan menggunakan kriteria tertentu.
1.3. Contoh Pengukuran Ranah Penilaian Kognitif
Apabila melihat kenyataan yang ada dalam sistem pendidikan yang diselenggarakan, pada umumnya baru menerapkan beberapa aspek kognitif tingkat rendah, seperti pengetahuan, pemahaman dan sedikit penerapan. Sedangkan tingkat analisis, sintesis dan evaluasi jarang sekali diterapkan. Apabila semua tingkat kognitif diterapkan secara merata dan terus-menerus maka hasil pendidikan akan lebih baik. Pengukuran hasil belajar ranah kognitif dilakukan dengan tes tertulis.
Bentuk tes kognitif diantaranya;
• tes atau pertanyaan lisan di kelas,
• pilihan ganda,
• uraian obyektif,
• uraian non obyektif atau uraian bebas,
• jawaban atau isian singkat,
• menjodohkan,
• portopolio dan
• performans.
Cakupan yang diukur dalam ranah Kognitif adalah:
a. Ingatan (C1) yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat. Ditandai dengan kemampuan menyebutkan simbol, istilah, definisi, fakta, aturan, urutan, metode.
b. Pemahaman (C2) yaitu kemampuan seseorang untuk memahami tentang sesuatu hal. Ditandai dengan kemampuan menerjemahkan, menafsirkan, memperkirakan, menentukan, menginterprestasikan.
c. Penerapan (C3), yaitu kemampuan berpikir untuk menjaring & menerapkan dengan tepat tentang teori, prinsip, simbol pada situasi baru/nyata. Ditandai dengan kemampuan menghubungkan, memilih, mengorganisasikan, memindahkan, menyusun, menggunakan, menerapkan, mengklasifikasikan, mengubah struktur.
d. Analisis (C4), Kemampuan berfikir secara logis dalam meninjau suatu fakta/ objek menjadi lebih rinci. Ditandai dengan kemampuan membandingkan, menganalisis, menemukan, mengalokasikan, membedakan, mengkategorikan.
e. Sintesis (C5), Kemampuan berpikir untuk memadukan konsep-konsep secara logis sehingga menjadi suatu pola yang baru. Ditandai dengan kemampuan mensintesiskan, menyimpulkan, menghasilkan, mengembangkan, menghubungkan, mengkhususkan.
f. Evaluasi (C6), Kemampuan berpikir untuk dapat memberikan pertimbangan terhadap sustu situasi, sistem nilai, metoda, persoalan dan pemecahannya dengan menggunakan tolak ukur tertentu sebagai patokan. Ditandai dengan kemampuan menilai, menafsirkan, mempertimbangkan dan menentukan.
Apabila melihat kenyataan yang ada dalam sistem pendidikan yang diselenggarakan, pada umumnya baru menerapkan beberapa aspek kognitif tingkat rendah, seperti pengetahuan, pemahaman dan sedikit penerapan. Sedangkan tingkat analisis, sintesis dan evaluasi jarang sekali diterapkan. Apabila semua tingkat kognitif diterapkan secara merata dan terus-menerus maka hasil pendidikan akan lebih baik. Pengukuran hasil belajar ranah kognitif dilakukan dengan tes tertulis.
Bentuk tes kognitif diantaranya;
• tes atau pertanyaan lisan di kelas,
• pilihan ganda,
• uraian obyektif,
• uraian non obyektif atau uraian bebas,
• jawaban atau isian singkat,
• menjodohkan,
• portopolio dan
• performans.
Cakupan yang diukur dalam ranah Kognitif adalah:
a. Ingatan (C1) yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat. Ditandai dengan kemampuan menyebutkan simbol, istilah, definisi, fakta, aturan, urutan, metode.
b. Pemahaman (C2) yaitu kemampuan seseorang untuk memahami tentang sesuatu hal. Ditandai dengan kemampuan menerjemahkan, menafsirkan, memperkirakan, menentukan, menginterprestasikan.
c. Penerapan (C3), yaitu kemampuan berpikir untuk menjaring & menerapkan dengan tepat tentang teori, prinsip, simbol pada situasi baru/nyata. Ditandai dengan kemampuan menghubungkan, memilih, mengorganisasikan, memindahkan, menyusun, menggunakan, menerapkan, mengklasifikasikan, mengubah struktur.
d. Analisis (C4), Kemampuan berfikir secara logis dalam meninjau suatu fakta/ objek menjadi lebih rinci. Ditandai dengan kemampuan membandingkan, menganalisis, menemukan, mengalokasikan, membedakan, mengkategorikan.
e. Sintesis (C5), Kemampuan berpikir untuk memadukan konsep-konsep secara logis sehingga menjadi suatu pola yang baru. Ditandai dengan kemampuan mensintesiskan, menyimpulkan, menghasilkan, mengembangkan, menghubungkan, mengkhususkan.
f. Evaluasi (C6), Kemampuan berpikir untuk dapat memberikan pertimbangan terhadap sustu situasi, sistem nilai, metoda, persoalan dan pemecahannya dengan menggunakan tolak ukur tertentu sebagai patokan. Ditandai dengan kemampuan menilai, menafsirkan, mempertimbangkan dan menentukan.
2.1 Pengertian Ranah Penilaian Afektif
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki kekuasaan kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku.
Ranah afektif menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, yaitu:
a) receiving
b) responding
c) valuing
d) organization
e) characterization by evalue or calue complex
Receiving atau attending ( menerima atua memperhatikan), adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Termasuk dalam jenjang ini misalnya adalah: kesadaran dan keinginan untuk menerima stimulus, mengontrol dan menyeleksi gejala-gejala atau rangsangan yang datang dari luar. Receiving atau attenting juga sering di beri pengertian sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan atau suatu objek. Pada jenjang ini peserta didik dibina agar mereka bersedia menerima nilai atau nilai-nilai yang di ajarkan kepada mereka, dan mereka mau menggabungkan diri kedalam nilai itu atau meng-identifikasikan diri dengan nilai itu. Contah hasil belajar afektif jenjang receiving , misalnya: peserta didik bahwa disiplin wajib di tegakkan, sifat malas dan tidak di siplin harus disingkirkan jauh-jauh.
Responding (menanggapi) mengandung arti “adanya partisipasi aktif”. Jadi kemampuan menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikut sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya salah satu cara. Jenjang ini lebih tinggi daripada jenjang receiving. Contoh hasil belajar ranah afektif responding adalah peserta didik tumbuh hasratnya untuk mempelajarinya lebih jauh atau menggeli lebih dalam lagi, ajaran-ajaran Islam tentang kedisiplinan.
Valuing (menilai/menghargai). Menilai atau menghargai artinya mem-berikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan. Valuing adalah merupakan tingkat afektif yang lebih tinggi lagi daripada receiving dan responding. Dalam kaitan dalam proses belajar mengajar, peserta didik disini tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena, yaitu baik atau buruk. Bila suatu ajaran yang telah mampu mereka nilai dan mampu untuk mengatakan “itu adalah baik”, maka ini berarti bahwa peserta didik telah menjalani proses penilaian. Nilai itu mulai di camkan (internalized) dalam dirinya. Dengan demikian nilai tersebut telah stabil dalam peserta didik. Contoh hasil belajar efektif jenjang valuing adalah tumbuhnya kemampuan yang kuat pada diri peseta didik untuk berlaku disiplin, baik disekolah, dirumah maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
Organization (mengatur atau mengorganisasikan), artinya memper-temukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang universal, yang membawa pada perbaikan umum. Mengatur atau mengorganisasikan merupakan pengembangan dari nilai kedalam satu sistem organisasi, termasuk didalamnya hubungan satu nilai denagan nilai lain., pemantapan dan perioritas nilai yang telah dimilikinya.
Characterization by evalue or calue complex (karakterisasi dengan suatu nilai atau komplek nilai), yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki oleh seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Disini proses internalisasi nilai telah menempati tempat tertinggi dalal suatu hirarki nilai. Nilai itu telah tertanam secara konsisten pada sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya. Ini adalah merupakan tingkat efektif tertinggi, karena sikap batin peserta didik telah benar-benar bijaksana. Ia telah memiliki phyloshopphy of life yang mapan. Jadi pada jenjang ini peserta didik telah memiliki sistem nilai yang telah mengontrol tingkah lakunya untuk suatu waktu yang lama, sehingga membentu karakteristik “pola hidup” tingkah lakunya menetap, konsisten dan dapat diramalkan.
Secara skematik kelima jenjang afektif sebagaimana telah di kemukakan dalam pembicaraan diatas, menurut A.J Nitko (1983) dapat di gambarkan sebagai berikut:
Ranah afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif, karena dalam ranah afektif kemampuan yang diukur adalah: Menerima (memperhatikan), Merespon, Menghargai, Mengorganisasi, dan Karakteristik suatu nilai. Skala yang digunakan untuk mengukur ranah afektif seseorang terhadap kegiatan suatu objek diantaranya skala sikap. Hasilnya berupa kategori sikap, yakni mendukung (positif), menolak (negatif), dan netral. Sikap pada hakikatnya adalah kecenderungan berperilaku pada seseorang. Ada tiga komponen sikap, yakni kognisi, afeksi, dan konasi. Kognisi berkenaan dengan pengetahuan seseorang tentang objek yang dihadapinya. Afeksi berkenaan dengan perasaan dalam menanggapi objek tersebut, sedangkan konasi berkenaan dengan kecenderungan berbuat terhadap objek tersebut. Oleh sebab itu, sikap selalu bermakna bila dihadapkan kepada objek tertentu.
Skala sikap dinyatakan dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden, apakah pernyataan itu didukung atau ditolaknya, melalui rentangan nilai tertentu. Oleh sebab itu, pernyataan yang diajukan dibagi ke dalam dua kategori, yakni pernyataan positif dan pernyataan negatif. Salah satu skala sikap yang sering digunakan adalah skala Likert. Dalam skala Likert, pernyataan-pernyataan yang diajukan, baik pernyataan positif maupun negatif, dinilai oleh subjek dengan sangat setuju, setuju, tidak punya pendapat, tidak setuju, sangat tidak setuju.
2.2 Ciri-ciri Ranah Penilaian Afektif
Pemikiran atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan sebagai ranah afektif (Andersen, 1981:4). Pertama, perilaku melibatkan perasaan dan emosi seseorang. Kedua, perilaku harus tipikal perilaku seseorang. Kriteria lain yang termasuk ranah afektif adalah intensitas, arah, dan target. Intensitas menyatakan derajat atau kekuatan dari perasaan. Beberapa perasaan lebih kuat dari yang lain, misalnya cinta lebih kuat dari senang atau suka. Sebagian orang kemungkinan memiliki perasaan yang lebih kuat dibanding yang lain. Arah perasaan berkaitan dengan orientasi positif atau negatif dari perasaan yang menunjukkan apakah perasaan itu baik atau buruk.
Ada 5 tipe karakteristik afektif yang penting berdasarkan tujuannya, yaitu sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral.
1. Sikap
Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi, konsep, atau orang. Sikap peserta didik terhadap objek misalnya sikap terhadap sekolah atau terhadap mata pelajaran. Sikap peserta didik ini penting untuk ditingkatkan (Popham, 1999). Sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, misalnya bahasa Inggris, harus lebih positif setelah peserta didik mengikuti pembelajaran bahasa Inggris dibanding sebelum mengikuti pembelajaran. Perubahan ini merupakan salah satu indikator keberhasilan pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran. Untuk itu pendidik harus membuat rencana pembelajaran termasuk pengalaman belajar peserta didik yang membuat sikap peserta didik terhadap mata pelajaran menjadi lebih positif.
2. Minat
Menurut Getzel (1966), minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian. Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia (1990: 583), minat atau keinginan adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Hal penting pada minat adalah intensitasnya. Secara umum minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi.
Penilaian minat dapat digunakan untuk:
• mengetahui minat peserta didik sehingga mudah untuk pengarahan dalam pembelajaran,
• mengetahui bakat dan minat peserta didik yang sebenarnya,
• pertimbangan penjurusan dan pelayanan individual peserta didik,
• menggambarkan keadaan langsung di lapangan/kelas,
3. Konsep Diri
Menurut Smith, konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimiliki. Target, arah, dan intensitas konsep diri pada dasarnya seperti ranah afektif yang lain. Target konsep diri biasanya orang tetapi bisa juga institusi seperti sekolah. Arah konsep diri bisa positif atau negatif, dan intensitasnya bisa dinyatakan dalam suatu daerah kontinum, yaitu mulai dari rendah sampai tinggi. Penilaian konsep diri dapat dilakukan dengan penilaian diri. Kelebihan dari penilaian diri adalah sebagai berikut:
• Pendidik mampu mengenal kelebihan dan kekurangan peserta didik.
• Peserta didik mampu merefleksikan kompetensi yang sudah dicapai.
• Pernyataan yang dibuat sesuai dengan keinginan penanya.
o Memberikan motivasi diri dalam hal penilaian kegiatan peserta didik.
o Peserta didik lebih aktif dan berpartisipasi dalam proses pembelajaran.
o Dapat digunakan untuk acuan menyusun bahan ajar dan mengetahui standar input peserta didik.
o Peserta didik dapat mengukur kemampuan untuk mengikuti pembelajaran.
o Peserta didik dapat mengetahui ketuntasan belajarnya.
o Melatih kejujuran dan kemandirian peserta didik.
o Peserta didik mengetahui bagian yang harus diperbaiki.
o Peserta didik memahami kemampuan dirinya.
o Pendidik memperoleh masukan objektif tentang daya serap peserta didik.
o Mempermudah pendidik untuk melaksanakan remedial, hasilnya dapat untuk instropeksi pembelajaran yang dilakukan.
o Peserta didik belajar terbuka dengan orang lain.
o Peserta didik mampu menilai dirinya.
o Peserta didik dapat mencari materi sendiri.
o Peserta didik dapat berkomunikasi dengan temannya.
4. Nilai
Nilai menurut Rokeach (1968) merupakan suatu keyakinan tentang perbuatan, tindakan, atau perilaku yang dianggap baik dan yang dianggap buruk. Selanjutnya dijelaskan bahwa sikap mengacu pada suatu organisasi sejumlah keyakinan sekitar objek spesifik atau situasi, sedangkan nilai mengacu pada keyakinan.
Definisi lain tentang nilai disampaikan oleh Tyler (1973:7), yaitu nilai adalah suatu objek, aktivitas, atau ide yang dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan minat, sikap, dan kepuasan. Selanjutnya dijelaskan bahwa manusia belajar menilai suatu objek, aktivitas, dan ide sehingga objek ini menjadi pengatur penting minat, sikap, dan kepuasan. Oleh karenanya satuan pendidikan harus membantu peserta didik menemukan dan menguatkan nilai yang bermakna dan signifikan bagi peserta didik untuk memperoleh kebahagiaan personal dan memberi konstribusi positif terhadap masyarakat.
5. Moral
Piaget dan Kohlberg banyak membahas tentang per-kembangan moral anak. Namun Kohlberg mengabaikan masalah hubungan antara judgement moral dan tindakan moral. Ia hanya mempelajari prinsip moral seseorang melalui penafsiran respon verbal terhadap dilema hipotetikal atau dugaan, bukan pada bagaimana sesungguhnya seseorang bertindak.
Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri. Jadi moral berkaitan dengan prinsip, nilai, dan keyakinan seseorang.
Ranah afektif lain yang penting adalah:
• Kejujuran: peserta didik harus belajar menghargai kejujuran dalam berinteraksi dengan orang lain.
• Integritas: peserta didik harus mengikatkan diri pada kode nilai, misalnya moral dan artistik.
• Adil: peserta didik harus berpendapat bahwa semua orang mendapat perlakuan yang sama dalam memperoleh pendidikan.
• Kebebasan: peserta didik harus yakin bahwa negara yang demokratis memberi kebebasan yang bertanggung jawab secara maksimal kepada semua orang.
Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi, konsep, atau orang. Sikap peserta didik terhadap objek misalnya sikap terhadap sekolah atau terhadap mata pelajaran. Sikap peserta didik ini penting untuk ditingkatkan (Popham, 1999). Sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, misalnya bahasa Inggris, harus lebih positif setelah peserta didik mengikuti pembelajaran bahasa Inggris dibanding sebelum mengikuti pembelajaran. Perubahan ini merupakan salah satu indikator keberhasilan pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran. Untuk itu pendidik harus membuat rencana pembelajaran termasuk pengalaman belajar peserta didik yang membuat sikap peserta didik terhadap mata pelajaran menjadi lebih positif.
2. Minat
Menurut Getzel (1966), minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian. Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia (1990: 583), minat atau keinginan adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Hal penting pada minat adalah intensitasnya. Secara umum minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi.
Penilaian minat dapat digunakan untuk:
• mengetahui minat peserta didik sehingga mudah untuk pengarahan dalam pembelajaran,
• mengetahui bakat dan minat peserta didik yang sebenarnya,
• pertimbangan penjurusan dan pelayanan individual peserta didik,
• menggambarkan keadaan langsung di lapangan/kelas,
3. Konsep Diri
Menurut Smith, konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimiliki. Target, arah, dan intensitas konsep diri pada dasarnya seperti ranah afektif yang lain. Target konsep diri biasanya orang tetapi bisa juga institusi seperti sekolah. Arah konsep diri bisa positif atau negatif, dan intensitasnya bisa dinyatakan dalam suatu daerah kontinum, yaitu mulai dari rendah sampai tinggi. Penilaian konsep diri dapat dilakukan dengan penilaian diri. Kelebihan dari penilaian diri adalah sebagai berikut:
• Pendidik mampu mengenal kelebihan dan kekurangan peserta didik.
• Peserta didik mampu merefleksikan kompetensi yang sudah dicapai.
• Pernyataan yang dibuat sesuai dengan keinginan penanya.
o Memberikan motivasi diri dalam hal penilaian kegiatan peserta didik.
o Peserta didik lebih aktif dan berpartisipasi dalam proses pembelajaran.
o Dapat digunakan untuk acuan menyusun bahan ajar dan mengetahui standar input peserta didik.
o Peserta didik dapat mengukur kemampuan untuk mengikuti pembelajaran.
o Peserta didik dapat mengetahui ketuntasan belajarnya.
o Melatih kejujuran dan kemandirian peserta didik.
o Peserta didik mengetahui bagian yang harus diperbaiki.
o Peserta didik memahami kemampuan dirinya.
o Pendidik memperoleh masukan objektif tentang daya serap peserta didik.
o Mempermudah pendidik untuk melaksanakan remedial, hasilnya dapat untuk instropeksi pembelajaran yang dilakukan.
o Peserta didik belajar terbuka dengan orang lain.
o Peserta didik mampu menilai dirinya.
o Peserta didik dapat mencari materi sendiri.
o Peserta didik dapat berkomunikasi dengan temannya.
4. Nilai
Nilai menurut Rokeach (1968) merupakan suatu keyakinan tentang perbuatan, tindakan, atau perilaku yang dianggap baik dan yang dianggap buruk. Selanjutnya dijelaskan bahwa sikap mengacu pada suatu organisasi sejumlah keyakinan sekitar objek spesifik atau situasi, sedangkan nilai mengacu pada keyakinan.
Definisi lain tentang nilai disampaikan oleh Tyler (1973:7), yaitu nilai adalah suatu objek, aktivitas, atau ide yang dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan minat, sikap, dan kepuasan. Selanjutnya dijelaskan bahwa manusia belajar menilai suatu objek, aktivitas, dan ide sehingga objek ini menjadi pengatur penting minat, sikap, dan kepuasan. Oleh karenanya satuan pendidikan harus membantu peserta didik menemukan dan menguatkan nilai yang bermakna dan signifikan bagi peserta didik untuk memperoleh kebahagiaan personal dan memberi konstribusi positif terhadap masyarakat.
5. Moral
Piaget dan Kohlberg banyak membahas tentang per-kembangan moral anak. Namun Kohlberg mengabaikan masalah hubungan antara judgement moral dan tindakan moral. Ia hanya mempelajari prinsip moral seseorang melalui penafsiran respon verbal terhadap dilema hipotetikal atau dugaan, bukan pada bagaimana sesungguhnya seseorang bertindak.
Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri. Jadi moral berkaitan dengan prinsip, nilai, dan keyakinan seseorang.
Ranah afektif lain yang penting adalah:
• Kejujuran: peserta didik harus belajar menghargai kejujuran dalam berinteraksi dengan orang lain.
• Integritas: peserta didik harus mengikatkan diri pada kode nilai, misalnya moral dan artistik.
• Adil: peserta didik harus berpendapat bahwa semua orang mendapat perlakuan yang sama dalam memperoleh pendidikan.
• Kebebasan: peserta didik harus yakin bahwa negara yang demokratis memberi kebebasan yang bertanggung jawab secara maksimal kepada semua orang.
2.3 Contoh Pengukuran Ranah Penilaian Afektif
Kompetensi siswa dalam ranah afektif yang perlu dinilai utamanya menyangkut sikap dan minat siswa dalam belajar. Secara teknis penilaian ranah afektif dilakukan melalui dua hal yaitu:
a) laporan diri oleh siswa yang biasanya dilakukan dengan pengisian angket anonim,
b) pengamatan sistematis oleh guru terhadap afektif siswa dan perlu lembar pengamatan.
Ranah afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif, karena dalam ranah afektif kemampuan yang diukur adalah:
1. Menerima (memperhatikan), meliputi kepekaan terhadap kondisi, gejala, kesadaran, kerelaan, mengarahkan perhatian
2. Merespon, meliputi merespon secara diam-diam, bersedia merespon, merasa puas dalam merespon, mematuhi peraturan
3. Menghargai, meliputi menerima suatu nilai, mengutamakan suatu nilai, komitmen terhadap nilai
4. Mengorganisasi, meliputi mengkonseptualisasikan nilai, memahami hubungan abstrak, mengorganisasi sistem suatu nilai.
3.1 Pengertian Ranah Penilaian Psikomotor
Ranah psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) tau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya lari, melompat, melukis, menari, memukul, dan sebagainya. Hasil belajar ranah psikomotor dikemukakan oleh Simpson (1956) yang menyatakan bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Hasil belajar psikomotor ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif (memahami sesuatu) dan dan hasil belajar afektif (yang baru tampak dalam bentuk kecenderungan-kecenderungan berperilaku). Hasi belajar kognitif dan hasil belajar afektif akan menjadi hasil belajar psikomotor apabila peserta didik telah menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna yang terkandung dalam ranah kognitif dan ranah afektif.
3.2 Ciri-ciri Ranah Penilaian Psikomotor
Ranah psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik. Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan aktivitas fisik, misalnya; menulis, memukul, melompat dan lain sebagainya.
3.3 Contoh Pengukuran Ranah Penilaian Psikomotor
Beberapa ahli yang menjelaskan cara menilai hasil belajar psikomotor. Ryan (1980) menjelaskan bahwa hasil belajar keterampilan dapat diukur melalui
a. pengamatan langsung dan penilaian tingkah laku peserta didik selama proses pembelajaran praktik berlangsung,
b. sesudah mengikuti pembelajaran, yaitu dengan jalan memberikan tes kepada peserta didik untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap,
c. beberapa waktu sesudah pembelajaran selesai dan kelak dalam lingkungan kerjanya. Sementara itu Leighbody (1968) berpendapat bahwa penilaian hasil belajar psikomotor mencakup:
• kemampuan menggunakan alat dan sikap kerja,
• kemampuan menganalisis suatu pekerjaan dan menyusun urut-urutan pengerjaan,
• kecepatan mengerjakan tugas,
• kemampuan membaca gambar dan atau simbol,
• keserasian bentuk dengan yang diharapkan dan atau ukuran yang telah ditentukan.
Dari penjelasan di atas dapat dirangkum bahwa dalam penilaian hasil belajar psikomotor atau keterampilan harus mencakup persiapan, proses, dan produk. Penilaian dapat dilakukan pada saat proses berlangsung yaitu pada waktu peserta didik melakukan praktik, atau sesudah proses berlangsung dengan cara mengetes peserta didik.
Penilaian psikomotorik dapat dilakukan dengan menggunakan observasi atau pengamatan. Observasi sebagai alat penilaian banyak digunakan untuk mengukur tingkah laku individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan. Dengan kata lain, observasi dapat mengukur atau menilai hasil dan proses belajar atau psikomotorik. Misalnya tingkah laku peserta didik ketika praktik, kegiatan diskusi peserta didik, partisipasi peserta didik dalam simulasi, dan penggunaan alins ketika belajar.
Observasi dilakukan pada saat proses kegiatan itu berlangsung. Pengamat terlebih dahulu harus menetapkan kisi-kisi tingkah laku apa yang hendak diobservasinya, lalu dibuat pedoman agar memudahkan dalam pengisian observasi. Pengisian hasil observasi dalam pedoman yang dibuat sebenarnya bisa diisi secara bebas dalam bentuk uraian mengenai tingkah laku yang tampak untuk diobservasi, bisa pula dalam bentuk memberi tanda cek (√) pada kolom jawaban hasil observasi.
Bahasa dan Sastra Indonesia Kelas Tinggi s.3
Strategi Membaca Naskah Drama
Drama adalah pertunjukan dan adnya lakon yang dibawakan dalam pertunjukan itu. Atau lakon itu sendiri yang karena strukturnya disebut drama. Pengertian tersebut jelas menandakan bahwa drama berarti pertunjukan. Dalam kesusastraan drama diartikan sebagai naskah.
Melalui pembelajaran drama, para siswa diajak untuk berlatih apresiasi dan ekspresi sastra. Pengintegrasian pembelajaran membaca dan drama dapat dilakukan melalui teks teks drama, baik teks drama yang sudah tersedia dalam buku pelajaran atau teks teks drama hasil ciptaan siswa, guru, atau ciptaan bersama guru dan siswa.
Pembelajaran membaca yang dikaitkan dengan bahan ajar teks drama, harus melalui tiga tahapan teknik membaca, yakni:
1. Membaca dalam hati untuk menjajagi dan memahami maksud dan informasi yang terkandung dalam teks drama. Informasi yang dimaksud berkenaan dengan:
* Siapa tokoh tokohnya, bagaimana sifatnya, watak dan karakternya
* Bagaimana latarnya, dimana, kapan, dalam suasana apa
* Apa yang menjadi pokok pembicaraan
* Adakah maksud yang tersirat di balik yang tersurat
* Bagaimana suasana teks drama itu
1. Membaca nyaring / teknik; yakni menyesuaikan cara pembacaan teks dengan maksud yang dikandungnya. Hal hal yang harus diperhatikan dalam fase ini adalah:
* Pelatihan kejelasan vocal/ suara
* Kejelasan dan ketepatan pelafalan dan intonasi
* Ketepatan pemenggalan kelompok kelompok kata dalam sebuah kalimat
* Ketepatan dan kecermatan tanda baca
Drama adalah pertunjukan dan adnya lakon yang dibawakan dalam pertunjukan itu. Atau lakon itu sendiri yang karena strukturnya disebut drama. Pengertian tersebut jelas menandakan bahwa drama berarti pertunjukan. Dalam kesusastraan drama diartikan sebagai naskah.
Melalui pembelajaran drama, para siswa diajak untuk berlatih apresiasi dan ekspresi sastra. Pengintegrasian pembelajaran membaca dan drama dapat dilakukan melalui teks teks drama, baik teks drama yang sudah tersedia dalam buku pelajaran atau teks teks drama hasil ciptaan siswa, guru, atau ciptaan bersama guru dan siswa.
Pembelajaran membaca yang dikaitkan dengan bahan ajar teks drama, harus melalui tiga tahapan teknik membaca, yakni:
1. Membaca dalam hati untuk menjajagi dan memahami maksud dan informasi yang terkandung dalam teks drama. Informasi yang dimaksud berkenaan dengan:
* Siapa tokoh tokohnya, bagaimana sifatnya, watak dan karakternya
* Bagaimana latarnya, dimana, kapan, dalam suasana apa
* Apa yang menjadi pokok pembicaraan
* Adakah maksud yang tersirat di balik yang tersurat
* Bagaimana suasana teks drama itu
1. Membaca nyaring / teknik; yakni menyesuaikan cara pembacaan teks dengan maksud yang dikandungnya. Hal hal yang harus diperhatikan dalam fase ini adalah:
* Pelatihan kejelasan vocal/ suara
* Kejelasan dan ketepatan pelafalan dan intonasi
* Ketepatan pemenggalan kelompok kelompok kata dalam sebuah kalimat
* Ketepatan dan kecermatan tanda baca
Tahapan Dalam Menulis
- Thread
Not Solved Yet
Apabila saat ini Anda ingin memulai pekerjaan sebagai
penulis, Anda mungkin bertanya-tanya bagaimana cara menulis dengan baik,
efisien dan efektif. Ada banyak cara
yang dapat digunakan seorang untuk bisa menulis. Setiap orang berbeda-beda.
Namun pada prinsipnya dapat dibagi dalam 5 tahap kegiatan. Anda dapat mengikuti
tahapan-tahapan ini, yang dapat berlaku untuk penulisan fiksi ataupun
non-fiksi.
1. Tahap pertama adalah menentukan tema atau topik atau ide utama yang akan Anda tulis.
Anda sebaiknya menulis dalam bidang yang Anda kuasai. Alternatif lain adalah Anda dapat menulis bidang yang Anda kuasai. Jika sedang menulis fiksi Anda dapat menulis genre yang Anda sukai. Keuntungan apabila Anda menulis hal yang Anda sukai, Anda akan lebih enjoy dan lebih serius dalam menulis naskah tersebut. Sebenarnya Anda tidak dilarang untuk menulis di luar bidang yang Anda kuasai, tetapi Anda akan jauh lebih mudah menulis bidang yang Anda kuasai, dan pada akhirnya buku Anda akan jauh lebih cepat terbitnya. Baca juga artikel Mencari Ide, yang akan membantu Anda untuk mencari ide utama tulisan Anda.
2. Tahap kedua adalah melakukan riset.
Lakukanlah semua hal yang diperlukan untuk mendapatkan data yang Anda inginkan, dengan membaca, mencatat, observasi, mengkliping. Kumpulkan semua data dalam satu tempat. Sebaiknya Anda menggunakan jurnal. Organisasikan dengan rapi, agar dapat mudah dicari apabila diperlukan. Anda harus memasikan bahwa data yang Anda miliki valid dan akurat, sehingga apa yang Anda tulis dapat dipertanggung jawabkan. Apabila Anda menulis novel, dengan setting dan karakter yang sudah Anda riset, Anda memiliki karakter yang seakan-akan nyata.
3. Tahap ketiga adalah membuat kerangka atau outline dengan memilih topik atau ide mana yang akan Anda gunakan.
Beberapa penulis fiksi melewatkan tahap ini, atau cukup dengan membuat kerangka di luar kepala, mereka langsung menulis apa yang ada di kepalanya. Namun tidak semua orang bisa menulis dengan cara ini. Sebaiknya Anda tetap membuat kerangka atau outline ini supaya tulisan atau cerita Anda memiliki konsistensi dan Alur yang baik. Anda akan dengan mudah melihat alur tulisan dengan hanya membaca kerangka.
4. Tahap keempat, tentu saja Anda harus menulis.
Carilah waktu untuk menulis. Kadang Anda akan banyak mengalami hambatan untuk menulis. Anda harus mengatasi hambatan ini, sehingga tulisan Anda selesai dalam waktu yang sudah ditentukan.
5. Tahap terakhir adalah membaca kembali tulisan Anda.
Jangan langsung mengirimkannya ke penerbit. Simpan terlebih dahulu beberapa waktu dan baca kembali. Anda akan terkejut sewaktu membaca sediri tulisan Anda. Revisi kembali apabila terdapat kesalahan, termasuk kesalahan ketik,gramatika, tata bahasa. Jangan segan untuk menulis ulang dengan ide baru yang lebih segar. Pastikan bahwa yang Anda kirimkan adalah yang terbaik, karena Anda akan dinilai berdasar pada apa yang Anda
1. Tahap pertama adalah menentukan tema atau topik atau ide utama yang akan Anda tulis.
Anda sebaiknya menulis dalam bidang yang Anda kuasai. Alternatif lain adalah Anda dapat menulis bidang yang Anda kuasai. Jika sedang menulis fiksi Anda dapat menulis genre yang Anda sukai. Keuntungan apabila Anda menulis hal yang Anda sukai, Anda akan lebih enjoy dan lebih serius dalam menulis naskah tersebut. Sebenarnya Anda tidak dilarang untuk menulis di luar bidang yang Anda kuasai, tetapi Anda akan jauh lebih mudah menulis bidang yang Anda kuasai, dan pada akhirnya buku Anda akan jauh lebih cepat terbitnya. Baca juga artikel Mencari Ide, yang akan membantu Anda untuk mencari ide utama tulisan Anda.
2. Tahap kedua adalah melakukan riset.
Lakukanlah semua hal yang diperlukan untuk mendapatkan data yang Anda inginkan, dengan membaca, mencatat, observasi, mengkliping. Kumpulkan semua data dalam satu tempat. Sebaiknya Anda menggunakan jurnal. Organisasikan dengan rapi, agar dapat mudah dicari apabila diperlukan. Anda harus memasikan bahwa data yang Anda miliki valid dan akurat, sehingga apa yang Anda tulis dapat dipertanggung jawabkan. Apabila Anda menulis novel, dengan setting dan karakter yang sudah Anda riset, Anda memiliki karakter yang seakan-akan nyata.
3. Tahap ketiga adalah membuat kerangka atau outline dengan memilih topik atau ide mana yang akan Anda gunakan.
Beberapa penulis fiksi melewatkan tahap ini, atau cukup dengan membuat kerangka di luar kepala, mereka langsung menulis apa yang ada di kepalanya. Namun tidak semua orang bisa menulis dengan cara ini. Sebaiknya Anda tetap membuat kerangka atau outline ini supaya tulisan atau cerita Anda memiliki konsistensi dan Alur yang baik. Anda akan dengan mudah melihat alur tulisan dengan hanya membaca kerangka.
4. Tahap keempat, tentu saja Anda harus menulis.
Carilah waktu untuk menulis. Kadang Anda akan banyak mengalami hambatan untuk menulis. Anda harus mengatasi hambatan ini, sehingga tulisan Anda selesai dalam waktu yang sudah ditentukan.
5. Tahap terakhir adalah membaca kembali tulisan Anda.
Jangan langsung mengirimkannya ke penerbit. Simpan terlebih dahulu beberapa waktu dan baca kembali. Anda akan terkejut sewaktu membaca sediri tulisan Anda. Revisi kembali apabila terdapat kesalahan, termasuk kesalahan ketik,gramatika, tata bahasa. Jangan segan untuk menulis ulang dengan ide baru yang lebih segar. Pastikan bahwa yang Anda kirimkan adalah yang terbaik, karena Anda akan dinilai berdasar pada apa yang Anda
kirimkan.
Langkah-Langkah Menyusun RPP
Setelah menyusun silabus,
langkah berikutnya adalah menyusun RPP, Apasajakah ? langkah-langkah menyusun
RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) ?
Sebelum ke langkah-langkahnya,
berikut di bawah ini adalah format RPP-nya : yang akan kita susun.
Langkah-langkah minimal dari penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP), dimulai dari mencantumkan
Identitas RPP, Tujuan
Pembelajaran, Materi Pembelajaran, Metode Pembelajaran, Langkah-langkah
Kegiatan pembelajaran, Sumber Belajar, dan Penilaian. Setiap komponen mempunyai arah
pengembangan masing-masing, namun semua merupakan suatu kesatuan.
Penjelasan tiap-tiap komponen adalah
sebagai berikut.
I. Mencantumkan
Identitas
Terdiri dari: Nama sekolah, Mata Pelajaran, Kelas, Semester, Standar
Kompetensi, Kompetensi Dasar, Indikator dan Alokasi Waktu.
Hal yang perlu diperhatikan adalah :
a. RPP boleh disusun untuk satu
Kompetensi Dasar.
b. Standar Kompetensi, Kompetensi
Dasar, dan Indikator dikutip dari silabus. (Standar kompetensi –
Kompetensi Dasar – Indikator adalah suatu alur pikir yang saling terkait
tidak dapat dipisahkan)
c. Indikator merupakan:
ciri perilaku (bukti terukur) yang
dapat memberikan gambaran bahwa peserta didik telah mencapai kompetensi dasar
penanda pencapaian kompetensi dasar yang
ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan.
dikembangkan sesuai dengan karakteristik
peserta didik, satuan pendidikan, dan potensi
daerah.
rumusannya menggunakan kerja operasional
yang terukur dan/atau dapat diobservasi.
digunakan sebagai dasar untuk menyusun
alat penilaian.
d.Alokasi waktu
diperhitungkan untuk pencapaian satu kompetensi dasar, dinyatakan dalam jam
pelajaran dan banyaknya pertemuan (contoh: 2 x 45 menit). Karena itu, waktu untuk
mencapai suatu kompetensi dasar dapat diperhitungkan dalam satu atau beberapa kali pertemuan
bergantung pada kompetensi
dasarnya.
II. Merumuskan Tujuan Pembelajaran
Output (hasil langsung) dari satu paket kegiatan pembelajaran.
Misalnya:
Kegiatan pembelajaran: ”Mendapat
informasi tentang sistem peredaran darah pada manusia”.
Tujuan pembelajaran, boleh salah satu atau keseluruhan tujuan
pembelajaran, misalnya peserta didik dapat:
1. mendeskripsikan mekanisme peredaran
darah pada manusia.
2. menyebutkan bagian-bagian jantung.
3. merespon dengan baik
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh teman-teman sekelasnya.
4. mengulang kembali informasi tentang
peredaran darah yang telah disampaikan oleh guru.
Bila pembelajaran dilakukan lebih dari 1 (satu) pertemuan, ada baiknya
tujuan pembelajaran juga dibedakan menurut waktu pertemuan, sehingga tiap
pertemuan dapat memberikan hasil.
III. Menetukan Materi Pembelajaran
Untuk memudahkan penetapan materi pembelajaran, dapat diacu dari indikator.
Contoh:
Indikator: Peserta didik dapat menyebutkan ciri-ciri kehidupan.
Materi pembelajaran:
Ciri-Ciri Kehidupan: Nutrisi, bergerak, bereproduksi,
transportasi, regulasi, iritabilitas, bernapas, dan ekskresi.
IV. Menentukan Metode Pembelajaran
Metode dapat diartikan benar-benar sebagai metode, tetapi dapat pula
diartikan sebagai model atau pendekatan pembelajaran, bergantung pada
karakteristik pendekatan dan/atau strategi yang dipilih.
Karena itu pada bagian ini cantumkan pendekatan pembelajaran dan metode
yang diintegrasikan dalam satu kegiatan pembelajaran peserta didik:
a. Pendekatan pembelajaran yang
digunakan, misalnya: pendekatan proses, kontekstual, pembelajaran langsung,
pemecahan masalah, dan sebagainya.
b. Metode-metode yang digunakan,
misalnya: ceramah, inkuiri, observasi, tanya jawab, e-learning dan sebagainya.
V. Menetapkan Kegiatan Pembelajaran
a. Untuk mencapai suatu kompetensi dasar
harus dicantumkan langkah-langkah kegiatan setiap pertemuan. Pada dasarnya,
langkah-langkah kegiatan memuat unsur kegiatan pendahuluan/pembuka, kegiatan
inti, dan kegiatan penutup.
Langkah-langkah minimal yang harus dipenuhi pada setiap unsur kegiatan
pembelajaran adalah sebagai berikut:
1. Kegiatan Pendahuluan
Orientasi: memusatkan
perhatian peserta didik pada materi yang akan dibelajarkan, dengan cara
menunjukkan benda yang menarik, memberikan illustrasi, membaca berita di
surat kabar, menampilkan slide animasi dan sebagainya.
Apersepsi: memberikan
persepsi awal kepada peserta didik tentang materi yang akan diajarkan.
Motivasi: Guru memberikan gambaran manfaat
mempelajari gempa bumi, bidang-bidang pekerjaan berkaitan dengan gempa bumi,
dsb.
Pemberian Acuan:
biasanya berkaitan dengan kajian ilmu yang akan dipelajari. Acuan dapat
berupa penjelasan materi pokok dan uraian materi pelajaran secara garis
besar.
Pembagian kelompok belajar
dan penjelasan mekanisme pelaksanaan pengalaman belajar (sesuai dengan rencana
langkah-langkah pembelajaran).
2. Kegiatan
Inti
Berisi langkah-langkah sistematis yang dilalui peserta didik untuk dapat
mengkonstruksi ilmu sesuai dengan skemata (frame work) masing-masing.
Langkah-langkah tersebut disusun sedemikian rupa agar peserta didik dapat
menunjukkan perubahan perilaku sebagaimana dituangkan pada tujuan
pembelajaran dan indikator.
Untuk memudahkan, biasanya kegiatan inti dilengkapi dengan Lembaran Kerja
Siswa (LKS), baik yang berjenis cetak atau noncetak. Khusus untuk
pembelajaran berbasis ICT yang online dengan koneksi internet,
langkah-langkah kerja peserta didik harus dirumuskan detil mengenai waktu
akses dan alamat website yang jelas. Termasuk alternatif yang
harus ditempuh jika koneksi mengalami kegagalan.
3. Kegiatan
penutup
Guru mengarahkan peserta didik
untuk membuat rangkuman/simpulan.
Guru memeriksa hasil belajar
peserta didik. Dapat dengan memberikan tes tertulis atau tes lisan atau
meminta peserta didik untuk mengulang kembali simpulan yang telah disusun
atau dalam bentuk tanya jawab dengan mengambil ± 25% peserta didik sebagai
sampelnya.
Memberikan arahan tindak
lanjut pembelajaran, dapat berupa kegiatan di luar kelas, di rumah atau tugas
sebagai bagian remidi/pengayaan.
b. Langkah-langkah
pembelajaran dimungkinkan disusun dalam bentuk seluruh rangkaian kegiatan,
sesuai dengan karakteristik model pembelajaran yang dipilih, menggunakan
urutan sintaks sesuai dengan modelnya. Oleh karena itu, kegiatan
pendahuluan/pembuka, kegiatan inti, dan kegiatan penutup tidak harus ada
dalam setiap pertemuan.
VI. Memilih
Sumber Belajar
Pemilihan sumber belajar
mengacu pada perumusan yang ada dalam silabus yang dikembangkan. Sumber belajar mencakup sumber
rujukan, lingkungan, media, narasumber, alat dan bahan. Sumber belajar
dituliskan secara lebih operasional, dan bisa langsung dinyatakan bahan ajar
apa yang digunakan. Misalnya, sumber
belajar dalam silabus dituliskan buku referensi, dalam RPP harus dicantumkan
bahan ajar yang sebenarnya.
Jika menggunakan buku, maka harus ditulis judul buku teks tersebut,
pengarang, dan halaman yang diacu.
Jika menggunakan bahan ajar berbasis ICT,
maka harus ditulis nama file, folder penyimpanan, dan bagian atau link file yang digunakan, atau alamatwebsite yang digunakan sebagai acuan
pembelajaran.
VII. Menentukan Penilaian
Penilaian dijabarkan atas teknik penilaian, bentuk instrumen, dan
instrumen yang dipakai.
|
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam
menulis puisi
-Tema
(sense) ; gagasan pokok yang dikemukakan.a.
-Rasa
: Sikap penulis terhadap pokok persoalan yang b. dikemukakan
dalam puisinya.
-Nada
(tone) : Nada sikap penulis terhadap pembacaan, c. apakah
penulis bersikap rendah hati, angkuh, persuasif, sugestif dsb.
-Amanat
: pesan yang ingin disampaikan pembaca secara d. tersirat
maupun tersurat.
-Bunyi
(bersifat estetik, untuk mendapatkan keindahan e. dan
tenaga ekspresif). Bunyi juga dapat memperdalam ucapan, menimbulkan rasa, angan
yang jelas dan suasana khusus. Contoh : Bunda Letihku Tandas Ke Tulang/Anakku
Kembali Pulang.
-Irama
(irama merupakan bunyi-bunyi yang berulang, f. pergantian
yang teratur, dan variasi-variasi bunyi menimbulkan gerak yang hidup. Contoh
irama pada pantun.
Komponen Silabus
Silabus merupakan seperangkat
rencana dan pelaksanaan pembelajaran beserta penilainnya pada suatu mata
pelajaran. Silabus disusun secara sistematis dan berisi komponen-komponen yang
saling berkaitan, komponen-komponen dalam silabus dimaksudkan agar terpenuhinya
target pencapaian Kompetensi Dasar (KD). Anda dapat mengunduh atau
men-mendownload contoh silabus disini. Anda juga bisa mengetahui macam dan
penjelasan masing-masing komponen silabus dibawah ini:Berisi identitas sekolah, mata pelajaran, kelas dan semester, standar kompetensi, kode kompetensi, alokasi waktu pembelajaran. Standar kompetensi merupakan uraian fungsi dan tugas atau pekerjaan yang mendukung tercapainya kualifikasi peserta didik. Kode standar kompetensi adalah identitas standar kompetensi yang diperoleh dari Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI); untuk standar kompetensi yang belum memiliki kode maka pihak sekolah berhak mengembangkan kode standar kompetensi tersebut. Alokasi waktu merepresentasikan jumlah waktu dan tatap muka yang dibutuhkan pada standar kompetensi tertentu.
2. Kompetensi Dasar (KD)
Kompetensi dasar atau subkompetensi merupakan sejumlah tugas atau kemampuan untuk mendukung ketercapaian standar kompetensi.
3. Indikator
Merupakan instrumen yang digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam pencapaian Kompetensi Dasar (KD). Pencapaian KD dapat diukur melalui perubahan perilaku (sikap, pengtahuan dan keterampilan).
4. Materi Pembelajaran
Materi pembelajaran adalah inti dari sebuah pembelajaran yang berperan menunjang pencapaian KD.
5. Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran adalah kegiatan fisik dan atau mental yang dilakukan peserta didik dalam berinteraksi dengan sumber belajar.
6. Penilaian
Penilaian merupakan salah satu sarana untuk mengetahui tingkat penguasaan kompetensi siswa. Adapun metode yang digunakan dalam penilaian dapat berupa tes maupun non tes.
7. Alokasi Waktu
Alokasi waktu adalah estimasi jumlah jam pembelajaran yang diperlukan untuk mencapai kompetensi dasar yang dirinci ke dalam jumlah jam pembelajaran untuk tatap muka (teori), praktik di sekolah, dan praktik di industri. Jam yang tanpa kurung menunjuk jam setara dengan tatap muka.
8. Sumber Belajar
Sumber belajar adalah referensi, rujukan, objek dan/atau bahan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran, dapat berupa media cetak dan elektronik, narasumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya.
Thursday 26 January 2012
Teori Belajar s.3
Karakteristik Cooperative Learning
Dalam Cooperative Learning semua anggota kelompok mempunyai
tanggung jawab untuk menentukan keberhasilan dari kelompok tersebut. Hal ini
disebabkan karena keberhasilan kelompok bukan ditentukan oleh kelompok tunggal
saja, melainkan adanya kerjasama dari seluruh anggota kelompok dalam belajar.
Apabila seluruh anggota kelompok mendapat nilai terbaik, maka otomatis prestasi
kelompok tersebut akan baik. Dimana keberhasilan dari kelompok akan diberikan
penghargaan.
Slavin (dalam
Sutrisni, 2007) mengemukanan tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik Cooperative Learning adalah sebagai berikut : 1)
Penghargaan kelompok, 2) pertanggungjawaban individu, 3) kesempatan sama untuk
mencapai keberhasilan.
Penerapan Cooperative Learning ini lebih menekankan kemandirian siswa
dalam belajar. Dimana siswa bekerja dalam kelompok secara Cooperative untuk menuntaskan materi belajarnya.
Penempatan kelompok dalam pembelajaran ini dibentuk secara heterogen dengan
melihat tingkat kemampuan siswa tersebut.
Keberhasilan
kelompok tergantung dari pembelajaran individu dari semua anggota kelompok.
Sehingga semua anggota kelompok mempunyai tanggung jawab untuk belajar, maka
oleh karena itu mereka saling membantu, dan menciptakan hubungan yang saling
mendukung, serta saling perduli diantara sesama anggota kelompok.
Cooperative Learning menggunakan metode skoring yang mencakup
nilai perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari
terdahulu. Dengan menggunakan metode ini siswa yang berprestasi rendah, sedang,
atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang
terbaik bagi kelompoknya.
Karakteristik
pembelajaran kooperatif diantaranya:
a. Siswa bekerja
dalam kelompok kooperatif untuk menguasai materi akademis.
b.
Anggota-anggota dalam kelompok diatur terdiri dari siswa yang berkemampuan
rendah, sedang, dan tinggi.
c. Jika
memungkinkan, masing-masing anggota kelompok kooperatif berbeda suku, budaya,
dan jenis kelamin.
d. Sistem
penghargaan yang berorientasi kepada kelompok daripada individu.
Selain itu,
terdapat empat tahapan keterampilan kooperatif yang harus ada dalam
model
pembelajaran kooperatif yaitu:
a. Forming
(pembentukan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk membentuk kelompok dan
membentuk sikap yang sesuai dengan norma.
b. Functioniong
(pengaturan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk mengatur aktivitas
kelompok dalam menyelesaikan tugas dan membina hubungan kerja sama diantara
anggota kelompok.
c. Formating
(perumusan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk pembentukan pemahaman yang
lebih dalam terhadap bahan-bahan yang dipelajari, merangsang penggunaan tingkat
berpikir yang lebih tinggi, dan menekankan penguasaan serta pemahaman dari
materi yang diberikan.
d. Fermenting
(penyerapan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk merangsang pemahaman
konsep sebelum pembelajaran, konflik kognitif, mencari lebih banyak informasi,
dan mengkomunikasikan pemikiran untuk memperoleh kesimpulan.
Manfaat
Penerapan Multiple Intelligences
Ada beberapa keuntungan yang dapat diperoleh bila menerapkan Multiple
Intelligence di dalam proses pendidikan yang dilaksanakan.
1. Kita dapat menggunakan kerangka Multiple Intelligences dalam
melaksanakan proses pengajaran secara luas. Aktivitas yang bisa dilakukan
seperti menggambar, menciptakan lagu, mendengarkan musik, melihat
suatu pertunjukan. Dapat menjadi ‘pintu masuk’ yang vital ke dalam
proses belajar. Bahkan siswa yang penampilannya kurang baik pada saat
proses belajar menggunakan pola tradisional (menekankan bahasa dan
logika), jika aktivitas ini dilakukan akan memunculkan semangat mereka
untuk belajar.
2.Dengan menggunakan Multiple Intelligences. Anda menyediakan
kesempatan bagi siswa untuk belajar sesuai dengan kebutuhan, minat,
dan talentanya.
3.Peran serta orang tua dan masyarakat akan semakin meningkat di dalam
mendukung proses belajar mengajar. Hal ini bisa terjadi karena setiap
aktivitas siswa di dalam proses belajar akan melibatkan anggota
masyarakat.
4.Siswa akan mampu menunjukkan dan ‘berbagi’ tentang kelebihan yang
dimilikinya. Membangun kelebihan yang dimiliki akan memberikan suatu
motivasi untuk menjadikan siswa sebagai seorang ‘spesialis’.
5.Pada saat Anda ‘mengajar untuk memahami’ , siswa akan mendapatkan
pengalaman belajar yang positif dan meningkatkan kemampuan untuk
mencari solusi dalam memecahkan persoalan yang dihadapinya.
Ada beberapa keuntungan yang dapat diperoleh bila menerapkan Multiple
Intelligence di dalam proses pendidikan yang dilaksanakan.
1. Kita dapat menggunakan kerangka Multiple Intelligences dalam
melaksanakan proses pengajaran secara luas. Aktivitas yang bisa dilakukan
seperti menggambar, menciptakan lagu, mendengarkan musik, melihat
suatu pertunjukan. Dapat menjadi ‘pintu masuk’ yang vital ke dalam
proses belajar. Bahkan siswa yang penampilannya kurang baik pada saat
proses belajar menggunakan pola tradisional (menekankan bahasa dan
logika), jika aktivitas ini dilakukan akan memunculkan semangat mereka
untuk belajar.
2.Dengan menggunakan Multiple Intelligences. Anda menyediakan
kesempatan bagi siswa untuk belajar sesuai dengan kebutuhan, minat,
dan talentanya.
3.Peran serta orang tua dan masyarakat akan semakin meningkat di dalam
mendukung proses belajar mengajar. Hal ini bisa terjadi karena setiap
aktivitas siswa di dalam proses belajar akan melibatkan anggota
masyarakat.
4.Siswa akan mampu menunjukkan dan ‘berbagi’ tentang kelebihan yang
dimilikinya. Membangun kelebihan yang dimiliki akan memberikan suatu
motivasi untuk menjadikan siswa sebagai seorang ‘spesialis’.
5.Pada saat Anda ‘mengajar untuk memahami’ , siswa akan mendapatkan
pengalaman belajar yang positif dan meningkatkan kemampuan untuk
mencari solusi dalam memecahkan persoalan yang dihadapinya.
6.
Sebagai seorang guru dan pembelajar Anda menyadari bahwa
ada banyak cara untuk menjadi “pintar”.
7. Semua bentuk kecerdasan sama-sama
dirayakan.
8. Dengan memiliki siswa yang mampu membuat
karya yang ditampilkan untuk orang tua dan anggota masyarakat lainnya, sekolah
Anda bisa melihat pentingnya peran orang tua dan keterlibatan masyarakat dalam
proses belajar anak.
9. Meningkatkan rasa percaya diri siswa untuk
berkarya dalam wilayah kemampuannya.
10. Siswa dapat mengembangkan keterampilan
pemecahan masalah dan menggunakannya dalam situasi kehidupan nyata.
Kesimpulan
Setiap siswa memiliki keunikannya masing-masing. Mereka memiliki
kecerdasan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Pandangan
yang menyatakan bahwa kecerdasan seseorang dapat dilihat berdasarkan
hasil tes IQ sudah tidak relevan lagi karena tes IQ hanya membatasi pada
kecerdasan logika (matematika) dan bahasa. Saat ini masih banyak sekolah
yang terjebak dengan pandangan tradisional tersebut. Masih banyak guru
yang hanya menekankan pada kemampuan logika (matematika) dan bahasa.
Teori Multiple Intelligences, mencoba untuk mengubah pandangan bahwa
kecerdasan seseorang hanya terdiri dari kemampuan Logika (matematika)
Menurut
Frederick J. Mc. Donald, 1983:196 Berdasarkan atas jalarannya, maka motivasi
itu dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam
yaitu:
a. Motivasi Intrinsik ialah motivasi yang berasal dan seseorang itu sendiri tidak usah dirangsang dari luar. Misalnya orang yang gemar mengetahui, tidak usah ada yang mendorong atau menvuruhnya, ia telah mencari sendiri sesuatu yang akan dikerjakan. Motivasi intrinsik ini juga diartikan sebagai motif pendorongnya ada kaitannya langsung dengan nilai-nilai yang terkandung didalam objek atau tujuan pekerjaan itu sendiri. Misalnya seorang karyawan tekun mempelajari suatu pekerjaan karena ia ingin sekali menguasai pekerjaan tersebut.
b. Motivasi Extrinsik yaitu motivasi yang berfungsinya karena adanya perangsangan dari luar, seperti misalnya karyawan giat karena diberi tahu akan ada kenaikan upah. Motivasi Extrinsik juga dapat diartikan sebagai motivasi yang pendorongnya diluar kaftan atau tidak ada hubungannya dengan niat yang terkandung di dalam objek atau pekerjaan itu. Misalnya seorang karyawan mau belajar karena taut kepada atasan atau karena ingin memperoleh prestasi yang lebih baik dan sebagainya.
a. Motivasi Intrinsik ialah motivasi yang berasal dan seseorang itu sendiri tidak usah dirangsang dari luar. Misalnya orang yang gemar mengetahui, tidak usah ada yang mendorong atau menvuruhnya, ia telah mencari sendiri sesuatu yang akan dikerjakan. Motivasi intrinsik ini juga diartikan sebagai motif pendorongnya ada kaitannya langsung dengan nilai-nilai yang terkandung didalam objek atau tujuan pekerjaan itu sendiri. Misalnya seorang karyawan tekun mempelajari suatu pekerjaan karena ia ingin sekali menguasai pekerjaan tersebut.
b. Motivasi Extrinsik yaitu motivasi yang berfungsinya karena adanya perangsangan dari luar, seperti misalnya karyawan giat karena diberi tahu akan ada kenaikan upah. Motivasi Extrinsik juga dapat diartikan sebagai motivasi yang pendorongnya diluar kaftan atau tidak ada hubungannya dengan niat yang terkandung di dalam objek atau pekerjaan itu. Misalnya seorang karyawan mau belajar karena taut kepada atasan atau karena ingin memperoleh prestasi yang lebih baik dan sebagainya.
a. Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik adalah motif–motif (daya
penggerak) yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari
luar, karena di dalam diri setiap individu sudah terdapat dorongan untuk
melakukan sesuatu.
b. Motivasi Ekstrinsik
Dorongan yang menggerakkan seseorang untuk
melakukan sesuatu itu bersumber pada suatu kebutuhan kebutuhan yang harus
dipenuhi.
Menurut Mc Clelland dalam Amirullah (2002:154-155)
mengemukakan tiga kebutuhan manusia adalah kebutuhan akan prestasi (need for
achievement), kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation), dan kebutuhan
akan kekuasaan (need for power). Orang dengan kebutuhan yang tinggi cenderung
suka bertanggung jawab untuk memecahkan berbagai macam persoalan, mereka
cenderung menetapkan sasaran yang cukup sulit untuk mereka sendiri dan
mengambil resiko yang sudah diperhitungkan untuk mencapai sasaran tersebut.
Kekurangan Dan Kelebihan Teori Behavioristik
Kekurangan
·
Pembelajaran
siswa yang berpusat pada guru (teacher centered learning), bersifat meanistik,
dan hanya berorientasi pada hasil yang diamati dan diukur
·
Murid
hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang
didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif.Penggunaan hukuma
sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan
·
siswa
( tori skinner ) baik hukuman verbal maupun fisik seperti kata – kata kasar ,
ejekan , jeweran yang justru berakibat buruk pada siswa.
Kelebihan
·
Sangat cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung
unsure-unsur seperti kecepatan, spontanitas, kelenturan, refleks, dan daya
tahan.
Contoh :
Percakapan
bahasa asing,mengetik,menari,berenang,olahraga.
Cocok
diterapkakn untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang
dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan
bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi hadiah atau pujian.
·
Dapat
dikendalikan melalui cara mengganti mengganti stimulus alami dengan stimulus
yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara
individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari
luar dirinya
Tuesday 24 January 2012
Muatan Life Skills dalam Pembelajaran Berwawasan Kemasyarakatan
MUATAN
LIFE SKILLS DALAM PEMBELAJARAN BERWAWASAN KEMASYARAKATAN
A. Konsep Dasar Life Skills
Life skills yang biasa dikenal dalam Bahasa Indonesia yaitu kecakapan hidup.Makna dari
kecakapan hidup adalah ketrampilan untuk bekerja,
sebagai modal untuk memecahkan masalah dalam pekerjaannya.
Kecakapan hidup menurut Broling ada beberapa jenis yaitu :
a) Kecakapan Personal (kecakapan mengenal diri dan berfikir rasional)
b) Kecakapan Sosial
c) Kecakapan Akademik
d) Kecakapan Vokasional
Ø Kecakapan Personal
penekanannya pada penghayatan diri sebagai makhluk Tuhan YME, anggota masyarakat, mampu mensyukuri nikmat
Tuhan dan kekurangannya. Semua bisa dijadikan modal dalam meningkatkan dirinya
sebagai individu yang bermanfaat bagi lingkungan.
Ø Kecakapan Sosial
penekanannya pada kecakapan berkomunikasi menyampaikan pesan dan bekerja sama
dengan individu lain kecakapan hidup dibedakan menjadi dua yaitu :
- Kecakapan hidup yang
bersifat spesifik yaitu : kecakapan untuk menghadapi
masalah-masalah tertentu.
Contoh : Kecakapan tentang komputer
Kecakapan tentang dagang
Kecakapan tentang hewan, dan lain-lain.
- Kecakapan hidup yang
bersifat khusus yaitu : kecakapan untuk menghadapi masalah-masalah khusus.
Contoh : Kecakapan mata pelajaran tertentu, dan lain-lain.
Ø Kecakapan Akademik
penekanannya pada kemampuan berfikir ilmiah, yang mencakup kecakapan melakukan
identifikasi variabel dan menjelaskan hubungan pada suatu fenomena
tertentu.
Ø Kecakapan Vokasional
/ Kecakapan Kejuruan
Artinya : kecakapan yang dikaitkan dengan bidang pekerjaan tertentu yang
terdapat di masyarakat.
Menurut Sonata Stein bahwa terdapat 4 kategori standar yang perlu
dipersiapkan di masa mendatang tentang kecakapan bagi orang dewasa.
2. Mengkomunikasikan dengan penuh percaya diri perasaannya dan dapat
dimengerti oleh orang lain.
3. Membuat keputusan yang didasarkan pada informasi yang solid dan mampu
menganalisis dan dapat menentukan secara hati-hati.
4. Selalu belajar agar tidak ketinggalan.
B. Jenis-Jenis Life Skills
Dari sekian banyak pendapat tentang life skills dan pengelompokkan
jenis-jenisnya, beberapa pendapat menuliskan kutipannya sebagai :
1. Broling
Menurut Broling kecapakan hidup meliputi :
a. Kecakapan hidup sehari-hari.
b. Kecakapan hidup sosial.
c. Kecakapan hidup bekerja.
2. WHO (Word Health Organization)
KH adalah sebagai ketrampilan untuk dapat beradaptasi dan berperilaku
positif yang memungkinkan seseorang mampu menghadapi tantangan dalam hidup
sehari-hari secara efektif.
3. Direktorat Jendral Pendidikan luar Sekolah dan Pemuda
Ada 4 jenis yaitu :
a. Kecakapan Pribadi
b. Kecakapan Sosial
c. Kecakapan Akademik
d. Kecakapan Vokasional
4. Direktorat Kepemudaan
Ada 3 jenis yaitu :
a. Kecakapan Personal
b. Kecakapan Sosial
c. Kecakapan Vokasional
5. Satori
Ada 3 ketrampilan yaitu :
a. Ketrampilan Dasar
b. Ketrampilan Berfikir Tingkat Tinggi
c. Ketrampilan Efektif dan Karakter
6. Slameto
Ada 2 bagian yaitu :
a. Kecakapan Dasar (bersifat universal berlaku sepanjang masa)
b. Kecakapan bersifat instrumental, adalah : bersifat relatif, kondisional,
dapat berubah-ubah sesuai dengan ruang dan waktu.
Dengan demikian dengan belajar sepanjang hayat secara
terus menerus baik di pendidikan formal dan non formal akan mampu mengingat
pengalaman belajar masa lalu yang tidak lagi relevan dengan saat ini.
***
MEMAHAMI SUBJEK DIDIK SECARA HOLISTIK
Subjek didik sebagai individu sesungguhnya merupakan
kesatuan dari berbagai karakteristik yang terpadu di dalam dirinya.
Karakteristik yang mereka miliki yang berfungsi secara berkaitan satu sama lain
dalam suatu kesatuan itu menghasilkan proses belajar yang mereka lakukan.
Mengabaikan atau menafikan salah satu atau beberapa karakteristik subjek didik
dalam suatu sistem proses pembelajaran akan berakibat timbulnya ketimpangan
proses belajar yang mereka lakukan. Pemahaman berbagai karakteristik subjek
didik secara holistik ini akan mengantarkan para guru atau pendidik kepada
pemahaman dan penghayatan secara mendalam tentang keberbedaan individual (individual differences) subjek didik, karena dengan
demikian mereka akan mampu menyelenggarakan proses pembelajaran secara arif dan
bijaksana.
A. Individu sebagai Suatu Kesatuan Psiko-fisik
Pandangan bahwa manusia sebagai individu yang merupakan
satu kesatuan dari aspek fisik/jasmani dan psikis/rokhani/jiwa yang tidak dapat
dipisahkan, fisik/jasmani merupakan aspek yang bersifat kasat mata, konkrit,
dapat diamati, dan tidak kekal, sedangkan psikis/rokhani/jiwa merupakan aspek
yang sifatnya abstrak, immaterial, tidak dapat diamati, dan kekal.
Plato (427-347 SM), sebagai filosof yang amat tersohor
membagi jiwa menjadi tiga aspek kekuatan, yaitu :
1. Pikir atau kognitif berlokasi di kepala.
2. Kehendak berlokasi di dada.
3. Keinginan berlokasi di perut.
Pembagian jiwa oleh Plato ke dalam tiga aspek ini
kemudian dikenal dengan istilah pendekatan “trikhotomi” (tiga dalam satu). Pandangan Plato
dengan konsep trikhotominya itu kemudian diikuti oleh para filosof terkenal
lainnya. Diantaranya adalah Jean Jaques Rousseau (Prancis, 1712-1778), J.N.
Tetens (Jerman, 1736-1805), dan Immanuel Kant (Jerman, 1724-1804).
Salah seorang murid Plato yaitu Aristoteles, (384-322 SM)
mengemukakan hasil perenungannya tentang pembagian jiwa yang agak berlainan
dengan gurunya. Gejala jiwa tidak dibagi ke dalam tiga aspek melainkan menjadi
dua aspek saja, yaitu :
1. Kognisi, disebut juga sebagai gejala mengenal, berpusat pada pikir.
2. Konasi, disebut juga gejala menghendaki, berpusat pada kemauan.
Pandangan Aristoteles yang melakukan pembagian gejala
jiwa menjadi dua ini dikemudian dikenal dengan istilah pendekatan “dikhotomi” (dua dalam satu). Pengikut dikhotomi
yang terkenal ialah Cristian Wolf (Jerman, 1670-174).
Pada perkembangan berikutnya, terutama sejak zaman Abad
Pertengahan, para filsuf pada era itu mulai menyadari dan semakin mengembangkan
pemikiran dan pengkajian mengenai jiwa manusia ini.
Aspek jasmani dan rokhani dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu :
1. Antara jasmani dan rokhani itu merupakan suatu kesatuan sehingga tidak
dapat dibagi atau dipisahkan sama sekali. Pandangan ini kemudian dikenal dengan
pendekatan “monoisme”.
2. Meskipun disadari bahwa aspek jasmani dan rokhani merupakan satu kesatuan,
tetapi antara jasmani dan rokhani itu dapat berdiri sendiri. Pandangan ini
kemudian dikenal dengan pendekatan “dualisme”.
B. Gejala-gejala Berkembangnya Berbagai Aspek dalam Diri Individu Subjek Didik
Gejala-gejala yang biasanya tampak sebagai gambaran
berkembangnya berbagai aspek dalam diri individu itu adalah sebagai berikut :
1. Aspek
Jasmani atau Fisik
Gejala yang tampak pada aspek fisik sebagai perwujudan
dari adanya perkembangan dalam diri individu antara alin :
a. Pertumbuhan payudara pada wanita.
b. Lekum pada remaja pria.
c. Kulit yang makin halus pada wanita.
d. Otot yang makin kuat dan kekar pada pria.
2. Aspek
Intelek
Gejala yang tampak sebagai perkembangan individu dalam
aspek intelek antara lain :
a. Perubahan secara kuantitatif dan kualitatif mengenai kemampuan anak dalam
mengatasi berbagai masalah.
b. Kemampuan berpikir abstrak semakin berkembang.
c. Semakin berkembangnya kemampuan memecahkan masalah-masalah yang bersifat
hipotetik.
3. Aspek
Emosi
Gejala yang tampak sebagai perkembangan pada aspek emosi
antara lain:
a. Ketidakstabilan emosi pada anak remaja.
b. Mudahnya menunjukkan sikap emosional yang meluap-luap pada remaja, seperti:
mudah menangis, mudah marah, dan mudah tertawa terbahak-bahak.
c. Semakin mampu mengendalikan diri.
4. Aspek
Sosial
Gejala yang tampak sebagai perkembangan pada aspek sosial
antara lain:
a. Semakin
berkembangnya sifat toleran, empati, serta memahami dan menerima pendapat orang
lain.
b. Semakin santun dalam
menyampaikan pendapat dan kritik kepada orang lain.
c. Adanya keinginan
untuk selalu bergaul dengan orang lain dan bekerjasama dengan orang lain.
d. Semakin senang
menolong kepada siapa yang membutuhkan pertolongan.
e. Adanya kesediaan
memberikan sesuatu yang dibutuhkan orang lain.
f. Semakin mampu
bersikap hormat, sopan, ramah, dan menghargai orang lain.
5. Aspek
Bahasa
Gejala yang tampak sebagai perkembangan pada aspek bahasa
antara lain:
a. Bertambahnya perbendaharaan kata.
b. Semakin bertambah mahir dan lancar dalam menggunakan bahasa dengan memilih
kata-kata secara tepat, penggunaan tekanan kalimat dengan tepat, dan membuat
variasi kalimat.
c. Dapat memformulasikan bahasa secara baik dan benar untuk menjabarkan
sesuatu ide atau konsep.
d. Dapat memformulasikan bahasa secara baik dan benar untuk meringkas ide ke
dalam deskripsi singkat.
6. Aspek
Bakat Khusus
Bakat merupakan kemampuan potensial yang dibawa sejak
lahir dan apabila ditunjang dengan fasilitas dan usaha belajar yang minimal pun
dapat mencapai hasil secara cepat dan maksimal. Seseorang dikatakan mempunyai
bakat khusus tertentu, jika dapat membuktikan bahwa dirinya mampu dengan mudah
mempelajari suatu bidang tertentu dengan hasil yang cepat dan memuaskan.
7. Aspek
Nilai, Moral, dan Sikap
Gejala yang tampak pada perkembangan nilai, moral, dan
sikap ini antara lain adalah:
a. Terbentuknya
pandangan hidup yang semakin jelas dan tegas.
b. Berkembangya
pemahaman tentang apa yang baik dan seharusnya dilakukan serta apa yang
dianggap tidak baik dan tidak boleh dilakukan.
c. Berkembangnya sikap
untuk menghargai nilai-nilai dan mentaati norma-norma yang berlaku serta
mewujudkannya ke dalam kehidupan sehari-hari.
d. Berkembangya sikap
menentang terhadap kebiasaan-kebiasaan yang dianggap tidak sesuai dengan norma
yang berlaku.
C. Perbedaan Karateristik Individual Subjek Didik
Perbedaan perkembangan berbagai karakteristik individual
itu tampak dalam aspek-aspek yang ada pada setiap diri individu sebagaimana
dijelaskan berikut ini:
1. Perbedaan
Karakteristik Individual pada Aspek Fisik
a. Ada anak yang lekas lelah dalam pekerjaan fisik, tetapi ada yang tahan
lama.
b. Ada yang dapat bekerja secara fisik dengan cepat, tetapi ada yang
bekerjanya sangat lambat.
c. Ada yang tahan lapar, tetapi ada yang tidak tahan lapar.
2. Perbedaan
Karakteristik Individual pada Aspek Intelek
a. Ada anak yang cerdas, tetapi ada juga yang kurang cerdas atau bahkan sangat
kurang cerdas.
b. Ada yang dapat dengan segera memecahkan masalah-masalah yang berkaitan
dengan pekerjaan intelektual, tetapi ada yang lambat atau bahkan tidak mampu
mengatasi suatu masalah yang mudah sekalipun.
c. Ada yang sanggup berpikir abstrak dan kreatif, tetapi ada yang hanya
sanggup berpikir hanya jika disodorkan wujud bendanya atau dengan bantuan benda
tiruannya.
3. Perbedaan
Karakteristik Individual pada Aspek Emosi
a. Ada anak yang mudah sekali marah, tetapi ada pula yang penyabar.
b. Ada anak yang perasa, tetapi ada pula yang tidak mau peduli.
c. Ada anak yang pemalu atau penakut, tetapi ada pula yang pemberani.
4. Perbedaan
Karakteristik Individual pada Aspek Sosial
a. Ada anak yang mudah bergaul dengan teman, tetapi ada pula yang sulit
bergaul.
b. Ada anak yang mudah toleransi dengan teman, tetapi ada pula yang egois.
c. Ada anak yang mudah memahami perasaan temannya, tetapi ada pula yang maunya
menang sendiri.
d. Ada anak yang mempunyai kepedulian sosial yang tinggi, tetapi ada pula yang
tidak peduli dengan lingkungan sosialnya.
e. Ada anak yang selalu memikirkan kepentingan orang lain, tetapi ada pula
yang hanya memikirkan kepentingan diri sendiri.
5. Perbedaan
Karakteristik Individual pada Aspek Bahasa
a. Ada anak yang dapat berbicara dengan lancar, tetapi ada juga yang mudah
gugup.
b. Ada anak yang dapat berbicara secara ringkas dan jelas, tetapi ada pula
yang berbelit-belit dan tidak jelas.
c. Ada anak yang dapat berbicara dengan intonasi suara menarik, tetapi ada
pula yang monoton.
6. Perbedaan
Karakteristik Individual pada Aspek Bakat
a. Ada anak yang sejak
kecil dengan mudah belajar memainkan alat-alat musik, tetapi ada juga yang
sampai hampir dewasa belum juga dapat memainkan satu jenis pun alat musik.
b. Ada anak yang sejak
kecil begitu mudah dan kreatif melukis segala sesuatu yang ada di
sekelilingnya, tetapi ada juga yang sangat sulit kalau harus melukis.
c. Ada anak yang
demikian cepatnya menghafal dan menyanyikan lagu dengan baik, tetapi ada pula
yang sudah latihan berkali-kali masih saja sumbang.
7. Perbedaan
Karakteristik Individual Aspek Nilai, Moral dan Sikap
a. Ada anak yang
bersikap taat pada norma, tetapi ada yang begitu mudah dan enak saja melanggar
norma.
b. Ada anak yang
perilakunya bermoral tinggi, tetapi ada yang perilakunya tak bermoral dan tak
senonoh.
c. Ada anak yang penuh sopan santun,
tetapi ada yang perilaku maupun tutur bahasanya seenaknya sendiri saja
Subscribe to:
Posts (Atom)